Feeds:
Pos
Komentar

Posts Tagged ‘Persis’

27972612_1676871332396211_7393491319739459256_n28276270_2055741494704251_8861652410472163858_n

Read Full Post »

Lambang Persatuan Islam (Persis)

REPUBLIKA.CO.ID, Keberadaan penjajah Belanda di Indonesia telah melahirkan semangat persatuan dan keberagamaan umat Islam.

Sebab, kedatangan penjajah ke bumi Nusantara telah membawa sejumlah peradaban baru yang sebagian di antaranya tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Sementara itu, tingkat keberagamaan umat Islam juga mulai bercampur dengan kebiasaan dan tradisi yang menurut beberapa tokoh tidak sesuai dengan ajaran Islam yang murni.

Kondisi inilah yang menyebabkan lahirnya sejumlah organisasi keislaman di bumi Nusantara. Hingga saat ini, tercatat cukup banyak organisasi Islam di Indonesia. Salah satunya adalah Persatuan Islam (Persis).

Organisasi ini didirikan di Bandung pada 12 September 1923 oleh sekelompok tokoh Islam yang berminat dalam pendidikan serta gerakan pemurniaan dan pembaruan (tajdid) Islam. Gerakan ini dilakukan oleh sejumlah tokoh-tokoh Islam yang sebagian besar berusia muda.

Sebagaimana diketahui, gerakan pembaruan Islam mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 1802 atau bersamaan dengan kembalinya sejumlah ulama Indonesia dari Tanah Suci Makkah. Para ulama ini melihat secara langsung gerakan pemurnian Islam di Jazirah Arab.

Mereka kemudian mengembangkan gerakan tajdid. Melalui gerakan tersebut, para ulama ini berupaya meluruskan semua praktik ibadah di kalangan masyarakat Muslim yang masih bercampur dengan bid’ah dan khurafat. Praktik ibadah seperti itu dipandang tidak sesuai dengan Alquran dan sunah.

Semangat dan isi gerakan pembaruan Islam ini pada mulanya mendapat perhatian dari umat Islam di daerah perkotaan. Secara geografis dan kultural, masyarakat kota lebih cepat berhadapan dengan pengaruh luar daripada masyarakat desa. Mereka yang mendukung gerakan ini menamakan diri sebagai kelompok modernis Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, Pada awal abad ke-20, gerakan pembaruan Islam di Indonesia ditandai dengan munculnya berbagai organisasi kelompok modernis Islam di sejumlah kota besar.

Di antaranya Al-Jam’iyyah Al-Khoiriyah atau dikenal dengan nama Jamiat Khair pada 17 Juli 1905 di Jakarta, Al-Irsyad (berdiri di Jakarta, 11 Agustus 1915), dan Muhammadiyah di Yogyakarta (12 November 1912).

Kota Bandung, sebagaimana dijelaskan Dadan Wildan dalam buku “Yang Da’i Yang Politikus: Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis”, tampaknya agak lambat menerima arus gerakan pembaruan Islam ini dibandingkan daerah-daerah lain meskipun Syarekat Islam (SI) telah beroperasi di daerah ini sejak 1913.

Kesadaran akan keterlambatan ini merupakan salah satu cambuk berdirinya sebuah organisasi baru, yakni Persatuan Islam (Persis).

Kelompok tadarusan

Berdirinya Persis, terang Dadan, diawali dengan terbentuknya suatu kelompok tadarusan (penelaahan agama Islam) di Kota Bandung yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus.

Kelompok tadarusan yang berjumlah sekitar 20 orang itu menelaah, mengkaji, dan menguji ajaran-ajaran Islam yang berkembang di tengah masyarakat.

Para anggota tadarusan tersebut sadar akan bahaya keterbelakangan, kejumudan, tertutupnya pintu ijtihad, taklid buta, dan serangkaian praktik bid’ah. Mereka kemudian mencoba melakukan gerakan tajdid (pembaruan) dan pemurnian ajaran Islam dari paham-paham yang dianggap menyesatkan.

Seiring dengan banyaknya peminatnya, kelompok ini menyadari perlunya membentuk sebuah organisasi baru yang memiliki karakter khusus.

REPUBLIKA.CO.ID, Pada 1 Shafar 1342 H, bertepatan dengan 12 September 1923, kelompok tadarus ini sepakat mendirikan organisasi yang diberi nama Persatuan Islam.

Nama Persatuan Islam ini diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul-ijtihad dan jihad: berusaha sekuat tenaga mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi, yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha Islam.

Ide persatuan pemikiran, rasa, suara, dan usaha Islam ini diilhami firman Allah dalam Alquran Surah Ali-Imran ayat 103 dan hadis Nabi SAW yang memerintahkan pentingnya persatuan.

“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali (undang-undang/aturan) Allah seluruhnya; dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS Ali Imran [3]: 103). “Kekuatan Allah itu beserta jamaah.” (HR Tirmidzi).

Kedua dasar inilah yang menjadi moto Persis dan ditulis dalam lambang Persis yang berbentuk lingkaran bintang bersudut 12.

Dalam perkembangannya, konsep persatuan pemikiran, rasa, suara, dan usaha Islam ini dituangkan Persis melalui gerakan pendidikan Islam dan dakwah. Persis juga berusaha menegakkan ajaran Islam secara utuh tanpa dicampuri khurafat, syirik, dan bid’ah.

Saat ini, organisasi Persis telah tersebar di sejumlah provinsi, di antaranya Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Bengkulu, Riau, Jambi, dan Gorontalo.

Penerapan Hukum Islam


Menurut Tafsir Qanun Asasi Persis, pada mulanya Persis, yang terbentuk dan berdiri pada masa penjajahan kolonial Belanda itu, tidaklah didasarkan atas suatu kepentingan atau kebutuhan masyarakat pada masa itu.

Para pendirinya mendirikan organisasi ini karena terpanggil oleh kewajiban dan tugas risalah dari Allah SWT, sebagaimana Rasulullah SAW berdiri di atas Bukit Shafa untuk menyatakan kerasulannya tidaklah berdasarkan atas kepentingannya.

Menurut Dadan Wildan, para pendiri Persis menilai bahwa masyarakat Islam Indonesia ketika itu tidak membutuhkan suatu perombakan tatanan kehidupan keislaman.

Namun, mereka melihat bahwa sebagian besar umat Islam telah tenggelam dalam ‘buaian’ taklid, jumud, khurafat, bid’ah, takhayul, syirik, dan paham-paham sesat lainnya. Karena itu, tulis Wildan, Persis berdiri atas dasar kewajiban terhadap tugas Ilahi untuk mengubah kemandekan berpikir dan membuka ketertutupan pintu ijtihad.

Berbeda dengan organisasi-organisasi lain yang berdiri pada awal abad ke-20, menurut Howard M Federspiel dalam tulisannya yang bertajuk “Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia”, Persis mempunyai ciri tersendiri. Kegiatan organisasi ini dititikberatkan pada pembentukan paham keagamaan.

Sejalan dengan ini, Isa Anshary dalam buku “Manifest Perjuangan Persatuan Islam” menyatakan Persis tampil sebagai sebuah organisasi kaum Muslim yang sepaham dan sekeyakinan, yakni kaum pendukung dan penegak Alquran dan sunah.

Menurut Isa Anshary, Persis mengutamakan perjuangan dalam lapangan ideologi Islam dan bukan dalam bidang organisasi. Persis berjuang membentuk dirinya menjadi intisari dari kaum Muslim.

“Ia mencari kualitas, bukan kuantitas. Ia mencari isi, bukan jumlah. Karena itu, organisasi ini tampil sebagai salah satu sumber kebangkitan dan kesadaran baru bagi umat Islam serta menjadi kekuatan dinamika dalam menggerakkan kebangkitan umat Islam” kata Anshary.

Sejak awal berdirinya, Persis tidak memberikan penekanan pada kegiatan organisasi. Para pengurus Persis tidak terlalu berminat untuk membentuk banyak cabang atau menambah sebanyak mungkin jumlah anggota. Sebab, yang terpenting bagi mereka adalah semangat keberagamaan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam sebagaimana dikehendaki oleh Allah dan rasul-Nya yang termaktub dalam Alquran dan hadis Nabi Muhammad SAW.

Karena itu, organisasi ini tidak cepat berkembang menjadi sebuah organisasi yang besar. Sebab, itu bukan tujuan utamanya. Namun, pengaruh organisasi ini tampak jauh lebih besar dibandingkan jumlah cabang ataupun anggotanya.

Redaktur: Chairul Akhmad

Reporter: Nidia Zuraya

 

 

 

Read Full Post »